1. Pengertian Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub-mukosa lambung. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada umumnya (Slamet Suyono, 2001:127).
Menurut Vera Uripi (2001:13), Gastritis adalah gangguan atau peradangan dinding lambung yang disebabkan peningkatan produksi asam lambung. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal ( Sylvia A. Price dan Wilson, 1995:376).
a. Jenis-jenis Gastritis.
Gastritis dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gastritis akut
Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit ringan dan sembuh dengan sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif/ gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai pendarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Slamet Suyono, 2001: 127).
2. Gatritis kronik
Gastritis kronik adalah peradangan mukosa kronis yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyakit ini memiliki sub kelompok kausal yang tersendiri dan pola kelainan histologik yang berbeda-beda diberbagai tempat di dunia. Di dunia barat, prevalensi perubahan histologik yang menunjukkan gastritis kronis melebihi 50% untuk populasi usia lanjut (Vinay Kumar, 2007:622).
b. Etiologi
1. Sekresi asam lambung
Sel pariental mengeluarkan asam lambung (HCl) sedangkan sel peptik mengeluarkan pepsinogen oleh HCl diubah menjadi pepsin, dimana pepsin dan HCl adalah faktor agresif, terutama pepsin mileu pH< 4 sangat agresif terhadap mukosa lambung, keduanya merupakan produk utama yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa lambung sehingga disebut sebagai penyebab endogen (Aru W. Sudoyo, 2006:340-341). Bahan iritan seperti rokok, alkohol, dan aspirin akan menimbulkan efek mukosa barrier dan terjadi difusi balik ion histamin (H + ), histamin (H+ ) terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, dan gastritis (Slamet Suyono, 2001:132).
2. Infeksi Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif yang berbentuk spiral atau batang bengkok dengan ukuran 2,5-5µ, lebar 0,5-1µ dan memiliki 4-6 flagela 11 yang berselaput pada satu kutupnya. Helicobacter pylori bersifat mikroaerofilik yaitu tumbuh baik pada lingkungan dengan kandung CO2 10%, O2 tidak lebih dari 5%, suhu antara 33-400 C, kelembaban 100%, pH 5,5-8,5, mati dalam suasana anaerobik, kadar O2 normal, dan suhu dibawah 280 C. Helicobacter pylori hidup pada bagian gastrum antrum, lapisan mukus lambung yang menutupi mukosa lambung dan dapat melekat pada permukaan epitel mukosa lambung (Sudaryat Sutaatmaja, 2007:271-273).
Helicobacter pylori menghasilkan enzim urease yang akan mengubah urea dalam mukus lambung yang kuat (Slamet Suyono, 2001:133). Selain urease kuman itu juga menghasilkan enzim protease dan fosfoliase diduga merusak gliko protein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung, katalase yang melindungi kuman dari radikal reaktif yang dikeluarkan netrofil. Disamping enzim kuman itu juga menghasilkan toksik (VaCa/ Vaculating sitotoxin) dan ( CagA sitotoksin/ Cytotoxine gen) yang berperan dalam timbulnya radang dan reaksi imun lokal. Cara penularan Helicobacter pylori yaitu pada keadaan alamiah reservoir kuman Helicobacter pylori adalah lambung penderita infeksi Helicobacter pylori. Tidak terbukti adanya reservoir pada binatang ataupun lingkungan.
Sampai sekarang cara penularan infeksi Helicobacter pylori yang belum dapat dipastikan. Satu-satunya jalan infeksi melalui mulut, tetapi bagaimana infeksi dari lambung seorang penderita masuk ke dalam mulut dan kemudian ke lambung orang lain masih belum jelas. Teori yang dianut untuk memindahkan infeksi ke orang lain adalah kontak fekal-oral atau oral-oral. Hal ini didukung penelitian Kelly yang 12 berhasil melakukan kultur feses terhadap 12 (48%) dari 25 orang yang serologis positif menderita infeksi Helicobacter pylori (Sudaryat Sutaatmaja, 2007:273).
Pada umumnya infeksi Helicobacter pylori lebih banyak terjadi di negara berkembang dibanding di negara maju (Sudaryat Sutaatmaja, 2007:273). Prevalensi infeksi Helicobacter pylori meningkat dengan meningkatnya umur (di negara maju 50% penderita terkena infeksi Helicobacter pylori setelah usia 50 tahun). Di negara berkembang, terjadi infeksi Helicobacter pylori pada 80% penduduk setelah usia 30 tahun (Boedhi Darmojo, 2006: 305).
c. Patofisiologi
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor agresif adalah asam lambung, pepsin, AINS, infeksi bakteri Helicobacter pylori, bahan korosif yang meliputi asam dan basa kuat. Sedangkan faktor defensif yaitu mukus, bikarbonas mukosa, prostaglandin mikrosirkulasi. Dalam keadaan normal, faktor defensif dapat mengatasi faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan/ kelainan patologi (Arif Mansjoer, 2001:492). 2.1.5 Gejala Penyakit Gastritis Keluhan-keluhan yang disampaikan oleh penderita sakit maag/ gastritis meliputi rasa tidak enak di uluhati dalam jangka waktu tertentu (beberapa jam, hari atau minggu). Nyeri, pedih atau rasa terbakar/ tertusuk/ teriris di uluhati, dapat juga dibelakang tulang dada atau menjalar ke belakang (punggung). Rasa sakit ini dapat berkurang, tetap atau bertambah jika perut diisi makanan (sesudah makan). 13 Pada penderita sakit maag/ gsatritis berkurang setelah muntah. Rasa sakit ini ada yang dirasakan pada pagi/ siang hari, dan ada juga yang dirasakan terutama pada malam hari, sampai-sampai penderita terbangun dari tidurnya ditengah malam akibat rasa sakit yang hebat. Selain rasa nyeri uluhati, penderita sakit maag/ gastritis mengeluh rasa penuh di perut bagian atas terutama sesudah makan, cepat kenyang, kembung, bersendawa, mual, muntah, rasa asam di mulut (A.B. Wardoyo, 1997:51-52).
3. Analisis Jaring-jaring sebab akibat penyakit Gastritis
Dalam kasus terjadinya penyakit Gastritis disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan dengan faktor lainnya. Antara lain:
a. Faktor Usia
Faktor Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis. Orang yang berusia lebih dari 40 tahun lebih berpotensi terkena penyakit gastritis, hal ini terkait dengan lapisan mukosa yang menipis. Pada lansia juga terdapat beberapa perubahan anatomi fisiologi seperti jumlah sel yang lebih sedikit. Penurunan ini juga terjadi pada lapisan ukosa lambung. Menurut Jackson (2006) lanjut usia dapat meningkatkan resiko gangguan mukosa lambung karena dinding mukosa lambung yang menipis. Hal ini sejalan dengan pendapat Ismayadi (2004).
b. Tingkat pengetahuan
Selain faktor usia, faktor yang menyebabkan gastritis yaitu tingkat pengetahuan yang rendah. Hal ini disebabkan karena hubungan tidak langsung antara pengetahuan dengan persepsi gangguan lambung. Pengetahuan mengenai gangguan lambungm akan mempengaruhi perilaku konsumsi dan persepsim gangguan lambung. Pengetahuan merupakan salah satu penentu perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari dari tahu,m dan terjadi setelah orang elakukan pengindraan terhadap ombjek tertentu. Pengindraan terjadi elalui panca indera yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, pendengaran, dan perasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmojo, 2003 dalam Linggasari,2008).
c. Obat yang mengiritasi lambung
Faktor lain yang menyebabkan gastritis yang tidak kalah penting yaitu konsumsi obat yang mengiritasi lambung. Beberapa macam obat yang bersifat asam atau basa keras dapat menyebabkan gastritis. Obat-obatan yang mengandung salisilat misalnya aspirin (sering digunakan sebagai obat pereda sakit kepala) dalam tingkat konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan gastritis (Vera Uripi, 2001:19).
Obat-obat tertentu yang mengandung aspirin, obat-obat reumatik, dan golongan kortikosteroid dapat menyebabkan penyakit gastitis bila lambung penderitanya terlalu peka terhadap bahan-bahan tersebut (Ronal H. Sitorus, 1996:30).
d. Jenis makanan
Penyimpangan kebiasaan makan, cara makan serta konsumsi jenis makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis akut, faktor penyimpangan makanan merupakan titik awal yang mempengaruhi terjadinya perubahan dindinglambung. Peningkatan produksi cairan lambung dapat dirangsang oleh konsumsi makanan atau minuman. Cuka, cabai, kopi, alkohol, serta makanan lain yang bersifat merangsang juga dapat mendorong timbulnya kondisi tersebut. Pada akhirnya kekuatan dinding lambung menjadi semakin parah sehingga akan menimbulkan luka pada dinding lambung. Jika tidak lekas ditangani, penyakit ini akan berubah menjadi gastritis kronis (Vera Uripi, 2001: 19).
e. Faktor Psikis (stress)
Penyebab gastritis lainnya yaitu keadaan psikologis(stress) dari seseorang tersebut. Apabila stres mental dan emosi tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, maka tubuh akan berusaha untuk menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan tekanan tersebut. Kondisi yang demikian, dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis dalam jaringan/ organ tubuh manusia, melalui sistem saraf otonom. Sebagai akibatnya, akan timbul penyakit adaptasi yang dapat berupa hipertesi, jantung, gastritis, dan sebagainya (Endang Lanywati, 2001:15).
f. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih sering terkena penyakit gastritis. Hal ini disebabkan karena wanita sering diet terlalu ketat, karena takut gemuk, makan tidak beraturan, disamping itu wanita lebih emosional dibandingkan pria (Ronald H. Sitorus, 1996:30). Tetapi pada beberapa kasus pria juga berpotensi enderita gastritis karena kebiasaan merokok, minum alkohol dan kopi.
4. Hasil Uji Hubungan Statistik
1. Hubungan antara umur dengan kejadian gastritis
Umur
|
Kejadian Gastritis
| ||||||
Gastritis
|
Tidak Gastritis
|
P Value
|
OR
|
Cl 95%
| |||
∑
|
%
|
∑
|
%
| ||||
Berisiko(>40 tahun)
|
16
|
57.1
|
4
|
7.1
|
0.0001
|
17.333
|
4.903-61.273
|
Berisiko(<40 tahun)
|
12
|
42.9
|
52
|
92.9
| |||
Total
|
28
|
100
|
56
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kasus gastritis, persentase umur yang berisiko lebih banyak yaitu 57,1% (16 orang) dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 7,1% (4 orang). Sedangkan pada kasus gastritis untuk kelompok umur yang tidak berisiko sebesar 42,9% (12 orang) lebih kecil dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 92,9% (52 orang).Berdasarkan uji statistik menggunakan chi square diperoleh nilai p 0,0001 (< α 0,05) sehingga Ho ditolak . Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada 45 hubungan antara umur dengan kejadian gastritis. Perhitungan risk estimate didapatkan OR=17,333 (OR >1) dengan Cl 4,903− 61,273 (tidak mencakup angka 1), hal ini berarti bahwa responden dengan umur >40 tahun memiliki risiko 17,333 kali untuk terkena gastritis dibandingkan dengan responden berumur <40 tahun.
2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Persepsi Gangguan Lambung
Tingkat Pengetahuan
|
Gangguan Lambung
| ||||||||
Ya
|
Tidak
|
P Value
|
OR(Cl 95%)
|
Total
| |||||
n
|
%
|
n
|
%
| ||||||
Rendah
|
9
|
32.1
|
19
|
67.9
|
0,016
|
0.293
|
28
| ||
Tinggi
|
42
|
61.8
|
26
|
38.2
|
68
| ||||
Total
|
51
|
53.1
|
45
|
46.9
|
96
|
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden memiliki hubungan bermakna dengan persepsi gangguan lambung (p=0.016).
3. Hubungan antara Riwayat Mengkonsumsi Obat yang Mengiritasi Lambung dengan Kejadian Gastritis
Riwayat mengkonsumsi
obat yang mengiritasi
lambung
|
Kejadian Gastritis
| ||||||
Gastritis
|
Tidak Gastritis
|
P Value
|
OR
|
Cl 95%
| |||
∑
|
%
|
∑
|
%
| ||||
Berisiko
|
18
|
64.3
|
17
|
30.4
|
0,003
|
4.129
|
1,581−10,787
|
Tidak Berisiko
|
10
|
35.7
|
39
|
69.6
| |||
Total
|
28
|
100
|
56
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kasus gastritis, persentase yang berisiko memiliki riwayat mengkonsumsi obat yang mengiritasi lambung lebih banyak yaitu 64,3% (18 orang) dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 30,4% (17 orang). Sedangkan pada kasus gastritis yang tidak berisiko memiliki riwayat mengkonsumsi obat yang mengiritasi lambung sebesar 35,7% (10 orang) lebih kecil dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 69,6% (39 orang).Berdasarkan uji statistik menggunakan chi square diperoleh nilai p 0,003(< α 0,05) sehingga Ho ditolak . Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian gastritis. Perhitungan risk estimate didapatkan OR=4,129 (OR >1) dengan Cl 1,581− 10,787 (tidak mencakup angka
1), hal ini berarti bahwa responden dengan riwayat mengkonsumsi obat yang mengiritasi lambung memiliki risiko 4,129 kali untuk terkena gastritis dibandingkan dengan responden yang tidak berisiko memiliki riwayat mengkonsumsi obat yang mengiritasi lambung.
4. Hubungan antara Hubungan antara Riwayat Mengkonsumsi Makanan yang Merangsang
Riwayat mengkonsumsi
makanan yang
merangsang peningkatan
asam lambung
|
Kejadian Gastritis
| ||||||
Gastritis
|
Tidak Gastritis
|
P Value
|
OR
|
Cl 95%
| |||
∑
|
%
|
∑
|
%
| ||||
Berisiko
|
19
|
67.9
|
17
|
30.4
|
0,001
|
4,843
|
1,824−12,859
|
Tidak Berisiko
|
9
|
32.1
|
39
|
69.6
| |||
Total
|
28
|
100
|
56
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kasus gastritis, untuk persentase yang berisiko memiliki riwayat mengkonsumsi makanan yang merangsang peningkatan asam lambung lebih banyak yaitu 67,9% (19 orang) dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 30,4% (17 orang). Sedangkan pada kasus gastritis yang tidak berisiko memiliki riwayat mengkonsumsi makanan yang merangsang peningkatan asam lambung sebesar 32,1% (9 orang) lebih kecil dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 69,6% (39 orang). Berdasarkan uji statistik menggunakan chi square diperoleh nilai p 0,001 (< α 0,05) sehingga Ho ditolak . Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian gastritis. Perhitungan risk estimate didapatkan OR=4,843 (OR >1) dengan Cl 1,824− 12,859 (tidak mencakup angka 1), hal ini berarti bahwa responden dengan riwayat mengkonsumsi makanan yang merangsang peningkatan asam lambung memiliki risiko 4,843 kali untuk terkena gastritis dibandingkan dengan responden yang tidak berisiko memiliki riwayat mengkonsumsi makanan yang merangsang peningkatan asam lambung.
5. Hubungan antara Riwayat Adanya Stres Psikis dengan Kejadian Gastritis
Riwayat adanya stres
psikis
|
Kejadian Gastritis
| ||||||
Gastritis
|
Tidak Gastritis
|
P Value
|
OR
|
Cl 95%
| |||
∑
|
%
|
∑
|
%
| ||||
Memiliki riwayat stres
|
19
|
64.3
|
20
|
35.7
|
0,013
|
3,240
|
1,257−8,351
|
Tidak Memiliki Riwayat Stres
|
9
|
35.7
|
36
|
64.3
| |||
Total
|
28
|
100
|
56
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kasus gastritis, untuk persentase yang stres lebih banyak yaitu 64,3% (18 orang) dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 35,7% (20 orang). Sedangkan pada kasus gastritis yang tidak stres sebesar 35,7% (15 orang) lebih kecil dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 64,3% (51 orang). Berdasarkan uji statistik menggunakan chi square diperoleh nilai p 0,013 (< α 0,05) sehingga Ho ditolak . Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara riwayat adanya stres psikis dengan kejadian gastritis. Perhitungan risk estimate didapatkan OR=3,240 (OR >1) dengan Cl 1,257− 8,351 (tidak mencakup angka 1), hal ini berarti bahwa responden dengan memiliki riwayat adanya stres psikis risiko 3,240 kali untuk terkena gastritis dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat adanya stres psikis.
6. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Gastritis
Jenis Kelamin
|
Kejadian Gastritis
| ||||||
Gastritis
|
Tidak Gastritis
|
P Value
|
OR
|
Cl 95%
| |||
∑
|
%
|
∑
|
%
| ||||
Perempuan
|
16
|
57.1
|
17
|
30.4
|
0,018
|
3,059
|
1,194−7,835
|
Laki-Laki
|
12
|
42.9
|
39
|
69.6
| |||
Total
|
28
|
100
|
56
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 57,1% (16 orang) dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 30,4% (17 orang). Sedangkan pada kasus gastritis untuk jenis kelamin laki-laki sebesar 42,9% (12 orang) lebih kecil dibandingkan dengan bukan penderita gastritis yaitu 69,6% (39 orang). Berdasarkan uji statistik menggunakan chi square diperoleh nilai p 0,018 (< α 0,05) sehingga Ho ditolak . Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian gastritis. Perhitungan risk estimate didapatkan OR=3,059 (OR >1) dengan Cl 1,194− 7,835 (tidak mencakup angka 1), hal ini berarti bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan memiliki risiko 3,059 kali untuk terkena gastritis dibandingkan dengan responden berjenis kelamin laki-laki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar